Mataram - Reportase7.com






Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat) bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi menggelar seminar nasional dengan tema “Membentuk Karakter Pelajar Pancasila” pada Kamis, 30 Desember 2021.

Kegiatan ini berlangsung di Aula H. Anwar Ikraman UMMAT, dihadiri Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Dr. Anwar Usman, SH; MH dan Prof. Dr. Aswanto Karaeng Sitaba Galesong, SH; M.Si, Hakim Konstitusi, Prof. Dr. Arief Hidayat Karaeng A’rinra Galesong, SH, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, SH;  MHum, Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, Prof. Dr. Widodo Eka Cahyana, SH; M.Hum (selaku Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI), Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram yang diwakilkan Wakil Rektor I. Dr. Syafril, MPd, para wakil rektor, para dekan, direktur, Wakil Dekan, Kaprodi, dan civitas Universitas Muhammadiyah Mataram.

Dalam sambutan Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram yang diwakilkan oleh Wakil Rektor I, Dr. Syafril, MPd mengatakan, dalam buku Edward Said yang berjudul “Orientalism” di bagian prolog tertulis bahwa orang-orang barat memandang orang-orang timur seperti papan tulis yang nilai-nilainya dapat dihapus kapan saja dan dapat dipaksakan nilainya untuk diikuti oleh kita. Lalu dalam buku “Mampukah Indonesia Bangkit”, seorang penulis bernama Raden Kartono Kamanjaya membuat sebuah resolusi terhadap terjadinya kemerosotan kultur dari bangsa kita dan membuat konsep tentang revolusi mental.


“Revolusi mental sesungguhnya sudah digaungkan oleh Raden Kartono Kamanjaya di buku “Mampukah Indonesia Bangkit” tahun 2000. Itu didasari pada terjadinya kemerosotan budaya pada masyarakat jawa saat itu sehingga harus ada upaya untuk melakukan revitalisasi kultural secara mendasar. Dan pada seminar nasional kali ini yang mengambil tema “Membentuk Karakter Pelajar Pancasila” akan mampu menjawab kekhawatiran Raden Kartono Kamanjaya sekaligus mengantisipasi betapa kuatnya arus intervensi kultural asing kedalam culture kita sebagai bangsa yang sangat pluralitas ini,” ujarnya.

Diakhir sambutannya, ia berpesan bahwa Pancasila sebagai wujud dari pikiran, nilai dan tradisi yang tumbuh berkembang di bangsa kita yang multikultural ini.

“Kita boleh berpikir luas melampaui jagad ini tapi jangan lupa tempat kita berpijak, ada nilai, ada kultur yang mendasari kita berpijak di negara ini dan salah satu pijakan paling dasar itu adalah Pancasila," tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, dalam sambutannya juga mengatakan seminar nasional ini merupakan kegiatan yang tergolong istimewa karena biasanya seminar seperti ini dilakukan bersama fakultas hukum tetapi kali ini Mahkamah Konstitusi dengan FKIP UMMAT.

“Dan ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa Mahkamah Konstitusi sangat terbuka dalam melakukan kerjasama bukan terbatas dengan fakultas hukum saja tetapi juga dengan fakultas-fakultas lain. Karena sejatinya konstitusi itu adalah milik semua, tidak terpisahkan oleh sekat-sekat fakultas dan konstitusi adalah milik bangsa kita, Indonesia,” jelasnya.


Terlebih lagi, lanjutnya, dalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dokumen moral, antropologi, kosmologi yang mencakup semua aspek kehidupan berbangsa yang dapat ditelaah dengan semua disiplin ilmu bukan hanya ilmu hukum. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi terus merangkul semua mitra intelektual dari perguruan tinggi di semua disiplin ilmu.

“Seminar nasional ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari visi dan ikhtiar Mahkamah Konstitusi dalam fungsi sebagai the guardian of constitution dan sekaligus sebagai the guardian of state ideology. Agar nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 semakin dimengerti, dipahami dan di internalisasi oleh seluruh warga negara termasuk penyelenggara seperti dosen, mahasiswa dan pelajar,” imbuhnya.

Membuka acara secara resmi kegiatan tersebut sekaligus sebagai Keynote Speech, Ketua Mahkamah Konstitusi mengatakan sebuah bangsa dapat menjadi besar dan maju tergantung dari kesinambungan perjalanannya.

“Jika setiap era dan fase perjalanan terus berlanjut dan mengalami perubahan yang lebih baik serta terdapat pembaruan dan inovasi yang diwujudkan maka kebesaran sebuah bangsa hanya tinggal menunggu waktunya saja,” jelasnya.

Ditambahkannya, begitu pula sebaliknya jika kesinambungan tidak dapat dijaga maka keberadaan bangsa dan negara tidak akan mengalami kemajuan bahkan akan mengalami kemunduran atau kehancuran.

“Sesuai dengan firman Allah yang saya kutip sekaligus menjawab apa yang disampaikan Wakil Rektor I, mampukah Indonesia bangkit, maka jawabannya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib seseorang atau sebuah kaum kecuali orang itu atau kaum itu merubahnya sendiri."

Oleh karena itu, lanjutnya, dalam rangka kesinambungan tersebut proses regenerasi mutlak harus dilakukan. Salah satu ikhtiar dalam menjaga proses regenerasi bangsa adalah dilakukannya pendidikan karakter bagi pemuda, pelajar dan mahasiswa sebagai mana telah digagas dan diwujudkan dalam kegiatan seminar ini.

Di akhir pidatonya, Anwar Usman berpesan bahwa untuk menjadikan negara dan mengangkat derajat bangsa adalah dengan ilmu dan pendidikan. Karena masa depan bangsa akan ada di pundak pelajar saat ini. Maka, jadilah pelajar yang memiliki karakter yang memiliki jiwa identitas bangsa, yakni Pancasila.  


“Tanpa jiwa dan karakter yang kuat sebagai bangsa, maka jati diri bangsa akan tergerus oleh budaya bangsa lainnya,” tegasnya.

Seminar dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh pemateri atau narasumber yang berasal dari Mahkamah Konstitusi, yaitu Prof. Dr. Aswanto, SH; M.Si, Prof. Dr. Arief  Hidayat, SH dan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum.



Pewarta : Didin Maninggara
Editor : R7 - 01