Penulis : Yolindah Caya Kamula
Mahasiswa prodi Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang


(Reportase7.com)

Pendidikan merupakan bekal yang paling utama dalam sebuah kehidupan setiap orang.  Yang mana dengan adanya pendidikan seseorang mampu membedakan mana yang baik dan
buruk, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi saat ini kondisi
pendidikan sangat memprihatinkan, pendidikan hanya menghasilkan orang pintar bukan orang
yang terdidik.

Munculnya berbagai masalah dalam masyarakat seperti berbagai tindakan
kriminal dan memalukan merupakan akibat dari perilaku orang-orang yang tidak berpendidikan.  Masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme masih saja terjadi di tengah semakin  berkembangnya pendidikan warga negara Indonesia, karena memang demikian?
 
Orang pintar  belum tentu berpendidikan SMA dengan gelar doktor atau bahkan guru belum tentu mampu  mengubah perilaku seseorang Mungkin SMA di Indonesia telah berhasil mencetak orang pintar  tapi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Model pendidikan formal di Indonesia hanya
mengajarkan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat masyarakat menjadi lebih  pintar. Sayangnya, tidak diajarkan dari segi karakter yang membuat orang terpelajar. Itulah  sebabnya masih banyak orang pintar yang melakukan tindakan memalukan seperti suap.

Mungkin hanya di Indonesia mantan pelaku korupsi masih bisa menjadi pimpinan
sebuah lembaga. Seharusnya tidak membuat malu semua pihak, meski masih banyak orang  terpelajar yang tidak terpilih. Revisi sistem pendidikan formal bisa jadi solusi jika sistem  pendidikan formal di Indonesia segera dirombak dengan fokus pada proses, maka tidak hanya  akan menghasilkan orang-orang terpelajar, tetapi orang-orang yang terbiasa menerima
pendidikan hanya dengan melihat hasilnya.

Dengan pendidikan karakter dapat mengajarkan  kepada manusia agar taat kepada norma agama maupun sosial, dan menjadi manusia berbudi  pekerti luhur serta memiliki sikap yang bertanggung jawab. Saatnya pemerintah dan perguruan
tinggi membenahi pola pendidikan formal di Indonesia agar lebih maju dan berkualitas.

Karakter seseorang itu tidak bisa diwariskan, tetapi harus dibangun dan dikembangkan  secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah  sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Kita memiliki kontrol
penuh atas karakter kita, yang artinya kita tidak dapat menyalahkan orang lain karena kita yang  bertanggung jawab penuh atas diri kita sendiri. Kenapa semua itu bisa terjadi? karena karakter  seseorang tidak bisa diukur dan dinilai oleh satu pihak.

Salah satu faktor yang menyebabkan
suatu karakter seseorang seperti itu mungkin karena latar belakangnya ataupun ada berbagai  masalah yang sedang dihadapi ntah itu didalam keluarga, lingkungan sekitar ataupun dengan
teman-temannya. Dan disisi lain yang menjadi hal penting dalam menuntut ilmu yaitu  pendidikan budi pekerti yang tidak diajarkan. Sehingga seseorang yang bergelar doctor atau  bahkan professor sekalipun, nyatanya belum tentu mampu mengubah kelakuan mereka sesuai
dengan tujuan dari berpendidikan itu sendiri.

Fenomena seperti ini jika dianalisis ataupun dikaitkan dengan perspektif sosiologi, yang
dimana tindak perilaku ataupun pendidikan seseorang itu sangatlah minim, sehingga banyak  pemimpin dan pejabat diluar sana terlihat taat beragama dan berpendidikan justru mereka yang  terkadang melakukan kejahatan seperti korupsi. Hal ini dapat dikaitkan dengan Teori  Interaksionalisme Simbolik, Max Weber, yang menjelaskan bahwa individu bertindak sesuai
dengan interpetasi mereka terhadap makna yang ada pada dunia.

Teori ini memberikan  perspektif pada sosiolog untuk mempertimbangkan keberadaan simbol pada kehidupan sehari-
hari. Dan selain itu juga hal tersebut dapat membantu orang untuk berintraksi satu sama lain.

Kita dapat mengambil contoh dari cerita tentang “ Laskar Pelangi ” karya Andrea Hirata.  Yang menceritakan tantang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah di Belitung  yang penuh dengan keterbatasan. Tetapi kita harus bisa memahami dan mengetahui bahwa
potensi seseorang itu berbeda-beda, seperti Ikal yang tertarik di bidang sastra, Lintang si anak  jenius yang tertarik dengan matematika, Mahar si penyanyi yang menyukai di bidang seni, Kucai
yang tertarik sebagai seorang pemimpin dan Harun anak yang memiliki keterbelakangan mental  namun ada banyak potensi yang ada di dalam dirinya.
 
Dari cerita itu saya termotivasi dan
terinspirasi bahwa setiap orang memiliki sebuah potensi yang berbeda-beda, kemampuan yang  dimiliki janganlah hanya menilai dari kepintaran seseorang hanya karna mendapatkan nilai yang
bagus, dan pendidikan yang tinggi tetapi bagaimana cara orang tua mendidik, memberi  bimbingan dan mengajarkan bagaimana berperilaku yang baik agar dapat menjadi orang yang  sukses.

Di sinilah saya rasa letak kesalahannya pada sistem di negeri ini, yang membolehkan  siswa menggunakan segala cara untuk mencapai hasil yang telah ditentukan, bahkan metode  yang dianut juga harus dimasukkan dalam penilaian apakah metode itu baik atau buruk. Maka
dari itu dapat kita simpulkan bahwa seseorang yang bergelar tinggi sekalipun itu tidak menjamin  memiliki perilaku yang terdidik. Untuk itu pola pendidikan formal harus diimbangi dengan  pendidikan karakter dan berbagai potensi untuk menghasilkan orang pintar yang terdidik.

Harapan saya untuk kedepannya, semoga indonesia mampu menghasilkan orang-orang yang  Cerdas, pintar, dan terdidik.