Jakarta - Reportase7.com



Tahun 2021, masyarakat Transmigrasi Desa UPT Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat melaporkan konflik agraria kepada Presiden RI di kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang diterima oleh Staf Ahli deputi II di Jakarta, sekaligus audiensi Virtual bersama masyarakat TIR-Trans tepat tanggal 30 Maret 2021 silam.

Sesuai penjelasan warga Transmigrasi yang tergabung dalam komunitas Warga Trans Kabupaten Sumbawa Barat bahwa, setelah berjalan konflik lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang berlokasi di Desa Senayan dan Desa UPT Tambak Sari Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat dalam beberapa puluh tahun ini, sejak 2002 hingga sekaran ini. (13/02/2022)

"Hingga kini belum ditemukan solusi yang baik, keberadaan perusahaan tersebut masih ngotot untuk mengambil hak masyarakat." ungkap Rustam Ketua Komunitas TIR-Trans Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat, pada Sabtu, 12 Februari 2022 di bilangan Jakarta Selatan, Kantor LBH Nelayan Indonesia.

Masyarakat warga Trans hingga sekarang masih sengketa dengan PT SAJ Sekarang telah berubah menjadi PT BHJ yang menggunakan SHM milik masyarakat pinjam modal kepada PT Bank Harfa, akan tetapi PT SAJ failid sehingga pindah pembukuan keuangannya kepada perusahaan PT BHJ melalui skema kerjasama investasi pengelolaan tambak udang tersebut.

Setelah PT SAJ tidak mampu membayar kredit dan dinyatakan failid oleh pihak PT  Bank Harfa, maka diajukan pelelangan ke PUPN Bima - NTB tanpa persetujuan warga Trans TIR Seteluk. Tentu proses pengajuan tersebut, illegal dan tidak sah. Perusahaan PT BHJ sudah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pengajuan lelang illegal itu berupa Lahan Petakan Tambak milik warga yang merupakan lahan usaha warga Trans, dengan masing - masing seluas 50 are yang berstatus Sertifikaf Hak Milik (SHM). Hingga kini warga tidak tau prosesnya dan tidak mengetahui terkait lelang tersebut karena tanpa persetujuan warga.

"Warga TIR-Trans Seteluk KSB juga tidak pernah mengetahui proses peralihan operasional tambak udang dari PT SAJ ke PT BHJ, karena tidak pernah melibatkan kami warga yang sebagai hak milik. Padahal setiap keputusan apapun selalu dijanjikan dilibatkan," tegas Rustam kepada awak media.

Namun, di sisi lain sebelum Failid, semua aset PT SAJ telah dipindahkan ke PT BHJ tersebut.

"Sudah menyerahkan kepada warga masyarakat TIR Seteluk sebagian, berupa lahan pekarangan berstatus Sertifikat Hak Milik. Sudah diserahkan kepada masyarakat dalam bentuk dana pengganti. Namun, belum benar - benar selesai dan masyarakat banyak tidak menerima (menolak) sikap keputusan PT. BHJ yang bersikap diskriminatif tersebut," lanjutnya.

Rustam mengatakan sementara yang masih dikuasai PT BHJ diserobot tanah masyarakat, berupa Lahan Usaha Tambak dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian dipindahkan atas nama HGU PT BHJ berdasarkan SK Kanwil BPN NTB tahun 2012. Sekaligus aset dan kepemilikan pribadi.

"Parahnya, kami menunggu SHM Lahan Usaha diserahkan, malah keluar SHM HGU atas nama PT BHJ berdasarkan SK Kanwil BPN Ntb thn 2012," beber Rustam kepada awak media.

Masyarakat meminta kepada Presiden Joko Widodo agar selesaikan konflik agraria ini. Kembalikan Lahan Usaha masyarakat TIR Trans Seteluk itu yang masing - masing seluas 50 are yang berjumlah 364 Kepala Keluarga yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM)." tegas Rustam

Masalah kronologis sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo agar selesaikan konflik agraria masyarakat pesisir di Desa UPT Tambak Sari Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat.

"Jangan menunggu terjadi konflik perkara besar yang menimbulkan kerugian," timpalnya.

Lanjut Rustam, dalam laporan tersebut, masyarakat Transmigrasi Desa UPT Tambak Sari Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan surat keputusan agar lahan dapat dikembalikan yang sudah berstatus sertifikat kepemilikan masyarakat, yang sudah dianggunkan oleh perusahaan (oligarki) puluhan tahun sebagai jaminan modal pada bank atas nama masyarakat Trans Poto Tano Sumbawa Barat.

Ketua umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto juga ikut komentar atas konflik lahan tambak sari ini, selama 22 tahun ini, masyarakat tidak memiliki lahan untuk mata pencaharian karena dikuasai oleh perusahaan pembudidaya. Perusahaan tersebut sejak awal sudah ditenggarai mengambil lahan masyarakat Transmigrasi.


"Dengan demikian, masyarakat Desa UPT  Tambak Sari Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat menuntut perusahaan kembalikan kerugian material masyarakat yang telah ditelantarkan sebanyak 364 KK itu." ujar Rusdianto Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) sekaligus Pendiri LBH Nelayan Indonesia (LBHNI), saat dikonfirmasi via telpon di Jakarta.

Wajar, warga masyarakat Desa UPT Tambak Sari Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, meminta kepada Presiden Joko Widodo agar dapat berikan keputusan jelas dan kepastian hukum atas lahan 364 KK sehingga warga desa Tambak Sari memiliki hak penuh atas lahan." terang Rusdianto

Masyarakat tidak terima apabila lahan tersebut, dikelola terus menerus oleh perusahaan tanpa kejelasan status karena sudah habis masa kontraknya puluhan tahun lalu.

"Apalagi atas nama Hak Guna Usaha (HGU) yang beralih menjadi kepemilikan perusahaan dan pribadi," urai Rusdianto pada wartawan.

Rusdianto mengungkapkan bahwa, wajar masyarakat Tambak Sari pertahankan hak kepemilikan sesuai ketentuan UUPA dan Peraturan Pemerintah tentang Transmigrasi. Sebenarnya perusahaan tersebut sudah berakhir kontraknya, tetapi masih kuasai lahan masyarakat.

Rusdianto berharap, pemerintah dapat menyelsaikan konflik agraria ini. Terutama Presiden Joko Widodo, Gubernur, Bupati, Kementerian ATR dan Kementerian Desa PDT agar secepatnya jelaskan kepada rakyat, posisi masalah dan jalan keluarnya segera ditindak lanjuti," pungkasnya.


Pewarta : Red
Editor : R7 - 01