Jakarta - Reportase7.com



Aksi protes protes perdagangan ilegal satwa liar monyet ekor panjang dilakukan pergerakan Aksi Peduli Monyet (AIPOM) bersama dengan organisasi perlindungan
satwa Animal Friends Jogja (AFJ).

Hasil riset dan Invetigasi kedua Organisasi ini diketahui maraknya bisnis terdapat di pasar hewan dan secara online tanpa adanya pengawasan dan tindakan dari
pemerintah, pergerakan Aksi Peduli Monyet (AIPOM) bersama dengan organisasi perlindungan
satwa Animal Friends Jogja (AFJ) menggelar aksi damai di depan gedung Kementerian
‌Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Senin (23/05/2022.

Aksi yang berlangsung dimulai pukul 10.30 dan berakhir 12.00 Waktu setempat, mendesak pemerintah segera melarang praktik perdagangan monyet di Indonesia.

Amir Prakoso kordinator Aksi menyatakan bahwa, saat ini status monyet ekor panjang dalam The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (The IUCN Red List) telah masuk dalam golongan vulnerable
(rentan).

"Meskipun begitu belum ada hukum di negara ini yang benar-benar kuat untuk melindungi monyet ekor panjang dari perburuan, penganiayaan, dan perdagangan  bahkan diprediksi bahwa, dalam 36-39 tahun ke depan, populasi monyet ekor panjang akan menurun
sebanyak 30%, dilansir dari The IUCN Red List," ungkap Amir Prakoso.

Aksi berjalan lancar, dan perwakilan Koalisi Monyet Ekor Panjang diterima pihak Kementerian LHK yang terdiri dari Biro Humas KLHK, Penegakan Hukum (Gakkum LHK), dan Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG).

Pihak KLHK menyambut
baik upaya ini dan menyatakan, akan membuat sosialisasi yang bisa menjangkau masyarakat
luas, bahwa perdagangan dan transportasi monyet yang dilakukan di luar pengawasan dan
tidak sesuai aturan akan ditindak.

Angelina Pane juru bicara Animal Friends Jogja (AFJ) pun menjelaskan,
Belakangan, tren memelihara monyet makin naik. Semakin banyak orang yang memelihara monyet di rumah karena menganggap bayi monyet sangat lucu dan bisa diasuh layaknya bayi manusia.

"Salah besar jika kita berpikir bahwa monyet akan tetap lucu dan jinak saat dewasa. Sebagai satwa liar, naluri liar
mereka tak akan hilang walau telah dikandangkan dan mendapat perlakuan ‘sebaik’ apapun.
Bahkan, sejak masa pubertas–sekitar usia tiga tahun–monyet akan menunjukkan perilaku yang
tidak terduga dan tak terkendali, dan bisa melakukan hal berbahaya, seperti menggigit atau mencakar,” ujar Angelina'.

Antonio dari Aksi Peduli Monyet (AIPOM) menambahkan, Kita dengan mudah bisa menemukan bayi-bayi monyet tanpa induk di pasar hewan. Padahal, di habitat aslinya, monyet
hidup dalam kelompok-kelompok sosial. Kelompok tersebut sebisa mungkin akan mempertahankan anggotanya, dan karenanya, seringkali induk monyet dibunuh agar bayinya
dapat diambil untuk kemudian diperdagangkan sebagai hewan peliharaan maupun jenis
eksploitasi lainnya, seperti topeng monyet.

"Ini tentu sangat tragis dan mengkhawatirkan. Dalam banyak sekali kasus yang terjadi, monyet
peliharaan yang beranjak dewasa dan tidak lucu lagi akan berakhir dengan leher yang terikat rantai atau di kandang dalam kondisi mengenaskan tanpa perawatan yang memadai," papar Antoinius.

Hal yang sama disampaikan Reza Maulana S.T., M.Si, akademisi ilmu lingkungan dan primata, Monyet adalah satwa liar yang hidupnya di hutan, bukan hewan peliharaan. Monyet juga dikenal membawa penyakit menular, itu juga alasan monyet bukan peliharaan. Kalaupun ada wujud pemanfaatan monyet,
haruslah dengan tujuan yang penting dan jelas seperti untuk keilmuan.

Tentunya dengan peraturan, izin, dan perhitungan oleh ahli. Pemanfaatan diluar kepentingan keilmuan yang
terencana dengan baik, bukanlah praktik yang benar. Untuk itu kita harus bersama-sama membantu pemerintah, KLHK, BKSDA dalam rangka menghentikan perdagangan satwa liar monyet.

Selain itu, eksploitasi monyet sebagai hewan peliharaan maupun objek hiburan, seperti topeng monyet, menimbulkan masalah serius di masyarakat. Telah banyak muncul berbagai ‘konflik’ antar warga dan monyet peliharaan atau eks peliharaan yang dilepas sembarangan, dan meresahkan atau bahkan menyerang warga. Bahaya tak hanya mengintai manusia dewasa, tapi bahkan anak-anak, misalnya saja kasus yang dialami oleh bocah berusia 4 tahun di
Palmerah pada 2021 lalu, yang terluka cukup parah akibat diserang oleh monyet peliharaan
warga yang lepas, dilansir dari "Heboh Monyet Lepas Serang Bocah hingga Terluka di Palmerah.

Tak sampai di situ saja, masalah kesehatan tentu tak boleh luput dari perhatian. Antonio dari
Koalisi Aksi Peduli Monyet menegaskan, sebagai sesama mamalia dan primata, monyet dan
manusia dapat menularkan zoonosis melalui interaksi jarak dekat. Monyet dapat dengan mudah
menularkan parasit dan penyakit berbahaya ke tubuh manusia dan begitu pula sebaliknya.

"Sebaik apapun perlakuan dan perawatan yang diberikan kepada monyet di dalam kandang sebagai hewan peliharaan, hal tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhan alamiah fisik dan psikisnya. Monyet, dan primata lainnya, adalah hewan liar yang sangat cerdas dan sosial.
Maka dari itu, AIPOM bersama AFJ mendesak pemerintah menindak praktik perburuan, penangkapan dan perdagangan monyet yang dilakukan secara ilegal atau tidak sesuai aturan
yang berlaku," pungkas Maulana.


Pewarta : Johan - 04
Editor : R7 - 01