Mataram - Reportase7.com


Sejak di tetapkannya IMS sebagai tersangka kasus ITE dan berkasnya dinyatakan lengkap (P21) oleh Polda NTB, IMS berdalih  bahwa penetapannya merupakan sebagai bentuk kriminal terhadap Advokat. Menanggapi hal tersebut seorang praktisi hukum dan juga pengacara senior I Gusti Putu Ekadana, SH., MH, memberikan penjelasan.

Soal koalisi 100 advokat pembela Ida Made Shanti Adnya alias IMS, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus ITE dan kini telah P21. Hal demikian membuat Pengacara Senior, I Gusti Putu Ekadana, SH., MH, merasa heran dengan pembelaan 100 advokat yang kini berada di barisan IMS.

"Kalau perbuatan seseorang masuk dalam salah satu bunyi pasal di Undang-undang dan terkategori perbuatan pidana atau suatu kejahatan, seperti kasus ini, maka yang bersangkutan harus siap bertanggung jawab atas perbuatannya," ungkap Ekadana saat  ditemui dikediamannya, Senin 01 Agustus 2022 kematen.

Terlebih lagi, kata Ekadana, ada slogan bertuliskan 'Hentikan Kriminalisasi Advokat, Beritikad baik bukan Kejahatan'. Slogan ini bermaksud menekan upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB agar menghentikan kasus Ida. Ekadana menegaskan bahwa status tersangka tidak lain akibat perbuatan Ida sendiri.

Para penyidik di Polda NTB menurutnya, tidak serta merta menyatakan Ida sebagai tersangka, jika tanpa melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang penuh dengan kehati-hatian. Itu pun lanjut Ekadana, diwarnai aksi umat Hindu yang saat itu, mendesak agar Ida segera ditahan.

"Bagaimana bisa kita katakan hasil penyidikan merupakan tindakan kriminalisasi. Terkecuali orang tidak berbuat kriminial tapi dipaksakan kasusnya. Ida itu menyebarkan informasi kebohongan dengan mencatut institusi lelang, seolah-olah institusi ini yang melakukan pelelangan. Padahal tidak. Ini letak pelanggaran ITE nya," jelasnya.

Karenanya, Ekadana mengingatkan advokat yang tergabung dalam tim Ida, agar berjalan sesuai relnya, yakni di ruang persidangan. Sebab, aksi solidaritas tersebut, berpotensi memancing aksi kontra solidaritas dari Umat Hindu.

"Ketika para advokat berbeda pendapat dengan APH, bedanya apa? Kan Case Position dari suatu perbuatan itu pelakunya siapa, perbuatan apa, larangan Undang-undang itu apa, selesai sampai disitu," tandasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01