Jakarta - Reportase7.com


Advokat senior Juju Purwantoro yang selama ini dikenal banyak membela masyarakat lemah, dan membela sejumlah ulama serta para Aktivis itu, kali ini angkat bicara terkait  tewasnya Brigadir Joshua yang melibatkan banyak tersangka dari anggota kepolisian termasuk Jendral Bintang dua Irjen Ferdy Sambo yang merupakan otak dari pembunuhan sadis tersebut. Juju Purwantoro menilai kasus penembakan Brigadir Joshua di Duren Tiga merupakan kasus yang sangat sadis dan memalukan institusi Polri pada umumnya. (19/08/2022)

Dari kasus tersebut Juju Purwantoro dengan tegas bahwa pelaku yang menjadi tersangka pembunuhan Brigadir Joshua dikaitkan dengan pristiwa tragedi KM 50 yang telah menewaskan 6 laskar FPI dengan cara brutal dan sadis yang dilakukan oleh oknum kepolisian beberapa bulan lalu.

Menurut Pengacara Kondan itu,
Peristiwa tewasnya Brigadir Joshua (J) pada 8 Juli 2022 karena terjadinya penembakan oleh sesama oknum Polri di Rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, masih terus bergulir antara misteri dan fakta hukum. Modus dan fakta hukum yang sebenarnya tentu diharapkan akan terungkap dimeja persidangan nantinya.

Dikatakan Juju Panggilan akrab Juju Purwantoro SH, untuk mengusut motif tewasnya Brigadir J secara serius, Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Tim Khusus. Kasus tersebut juga telah menjadi atensi serius publik, termasuk dari presiden Jokowi.

"Lantas bagaimanakah halnya dengan pengungkapan kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di rest area KM 50, Tol Jakarta-Cikampek," tanya Juju

Kasus penembakan laskar FPI tersebut, yang katanya juga dilakukan oleh oknum Satgas khusus dari Polri juga menjadi perhatian besar  publik.

Terlebih lagi Kapolri juga pernah menyampaikan komitmennya sesuai temuan atau laporan Komnas HAM pada 10 Agustus 2022 kemaren, akan serius mengusut tuntas kasus-kasus yang mendapat perhatian besar dari masyarakat.

Di jelaskan Juju, saat menangani kasus KM 50 yang terjadi pada 6 Desember 2020 itu, Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam Mabes Polri, melakukan tindakan dan analisis bersama Propam Polri. Ferdy Sambo mengerahkan sebanyak 30 anggota Tim Propam untuk mengungkap fakta  'tragedi' KM 50 tersebut.

Pada 7 Desember 2020 Kapolda Irjen Fadil Imran  tampil dalam konperensi pers, bersama  Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurahman dan Kabid Humas Polda Metro Kombes Yusri Yunus. Mereka menerangkan ada peristiwa tembak menembak, dengan menunjukkan alat bukti 2 pistol, samurai dan celurit. Tentu saja patut diduga semua uraiannya diragukan, sebagai rekayasa cerita, alat bukti dan kebohongan publik (obstruction of justice).

Keterlibatan Divisi Propam dalam kasus ditembaknya secara sepihak enam anggota laskar FPI, bukan karena adanya indikasi pelanggaran ataupun perlawanan, namun jelas- jelas adanya extra judicial killing.

Kalau kita merujuk  persidangan KM 50 pada 18 Maret 2022 lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan hakim memvonis bebas kedua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin. Ironinya, seperti sidang dagelan dan peradilan sesat, padahal fakta persidangan yang terjadi adalah, para enam korban laskar FPI terbukti dianiaya lebih dahulu sebelum ditembak mati dalam status ditangkap. Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman dengan alasan menembak untuk membela diri (overmacht).

Peradilan kasus KM 50 dan kasus polisi tembak polisi di Duren Tiga, tentunya dapat dijadikan preseden  dan pintu masuk (entering point) untuk mengusut lebih lanjut kasus penembakan (unlawfull killing) 6 laskar FPI.

Karenanya, Kapolri Listyo Sigit juga harus berkomitmen untuk mengungkap dan memproses lebih lanjut (tidak mempetieskan) kasus penembakan laskar FPI di KM 50, secara  terang benderang demi hukum dan keadilan yang harus ditegakkan.

Peristiwa tersebut adalah  pelanggaran HAM berat, TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif), sesuai UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, dan UU 39 tahun 1999 tentang pelanggaran HAM berat. Demikian juga mereka dapat dijerat dengan Pasal 340 KUHAP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati, dan pasal 351 ayat (3) KUHAP tentang Penganiayaan sampai mati jo pasal 55 KUHAP.

"Pokoknya jangan tebang pilih semuanya harus di usut tuntas dan mendapatkan hukuman yang setimpal," pungkas pengacara yang telah membela Habib Rizieq Edy Mulyadi dan Munarman.

Pewarta: ILE
Editor: R7 - 01