Jakarta - Reportase7.com


Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum ajukan atas perkara dugaan terorisme terhadap Ustd. DR. Farid Okbah, DR. Ahmad Zain, dan DR Anung Al Hamat, maka atas nama tim kuasa hukum ada beberapa hal yang perlu di tanggapi. Hal itu antara lain, ada beberapa kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan pihak Juju Purwantoro, mengajukan keberatan eksepsi yang disampaikan pada rabu, (07/09/22) di PN Jaktim.

Menurut Juju, terdakwa didakwa dengan dakwaan yakni pertama, berdasarkan ketentuan Pasal 7 Jo. Pasal 15 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. (06/09/2022)
 
Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 13 huruf C Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003.
 
Ketiga, Ketentuan Pasal 12A ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
 
Bahwa untuk Dakwaan Kesatu, ketentuan Pasal 15 “Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya Pasal 7

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup,” ungkapJuju .
 
 Unsur delik dalam Pasal Pasal 7 Jo, Pasal 15 (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, tidak secara jelas diuraikan. Padahal untuk mempidana terdakwa, perbuatan terdakwa harusnya memenuhi unsur tindak pidana. Juga seluruh unsur (subyektif dan obyektif) harus terpenuhi, termasuk unsur diri pelaku mengenai sikap batin atau sikap tercela (mens rea). Unsur dengan sengaja, juga harus memenuhi unsur obyektif  yaitu unsur yang menyertai perbuatan pelaku (actus rea), sesuai   Pasal 7 Jo. Pasal 15   (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dijeskan Juju, dalam dakwaannya JPU tidak menguraikan apakah para terdakwa melakukan tindak kekerasan atau ancaman kekerasan, teror, menimbukan korban yg bersifat massal, hilangnya nyawa atau harta milik orang lain, atau hancurnya obyek-obyek vital strategis milik publik dan internasional.

Juju juga menyangga dengan mempertanyakan adakah perbuatan para terdakwa yang dengan sengaja melawan hukum, dalam peristiwa apa, tidak secara jelas didakwaan dalam kronologis dan konstruksi oleh JPU.

Demikian halnya unsur kekerasan atau ancaman yang dilarang, JPU  juga tidak menguraikan secara terang benderang akibat konkrit melawan hukum apa yang ditimbulkan. Padahal pasal yang didakwaan tersebut,  merupakan delik materil, maka unsur akibat yang dilarang oleh hukum juga harus selesai atau terjadi.

Sementara secara kontradiksi, JPU juga, telah dengan tegas dan jelas menyatakan  terdakwa melarang atau tidak setuju dengan tindakan terorisme, kekerasan atau anarkisme. Dalam dakwaannya JPU antara lain, terdakwa menekankan bahwa IRHAB (TERORISME), AL ANFU (ANARKISME), GHULUL FIT DIN (radikal dalam masalah agama) adalah dilarang dalam agama Islam.  
 
Juju menilai, secara keseluruhan, surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap menguraikan unsur tindak pidana yang didakwakan. sesuai Pasal 143 ayat (3) sesuai yang dimaksud ayat (2) huruf b haruslah batal demi hukum.

 Sedangkan dalam
 Perihal dakwaan JPU bahwa terdakwa terlibat jamaah islamiyah (JI), sangatlah mengada-ada (absurd). Tidak ada bukti otentik bahwa terdakwa adalah anggota dari (JI). Aktifitas utama para terdakwa yang sebenarnya adalah sebagai ulama (pendakwah). Oleh karenanya dakwaan JPU, dikaitkan dengan JI, sangatlah bias.
 
"Itu meng ada ada," tegas anggota Adv senior itu.
 
Mengingat, Saat itu (JI) bukanlah organisasi terlarang/ terorisme, dan hingga saat sekarang pun, (JI), adalah organisasi yang belum pernah diadili, atau belum ada kekuatan hukum berupa putusan pengadilan,  akan adanya larangan terhadap JI.
 
"Berdasarkan uraian diatas, maka sepatutnya dakwaan JPU secara hukum haruslah dibatalkan atau tidak dapat diterima oleh majelis," pungkas Juju.

Pewarta: ILE
Editor: R7 - 01