Jakarta - Reportase7.com


Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tidak ada yang salah. Dikeluarkannya Perppu tersebut oleh presiden Jokowi, menurutnya sudah sesuai dengan prosedur dan perintah (diktum) Mahkamah Konstitusi (MK).


Yusril mengatakan, "Dari segi prosedur, tidak ada yang salah dari produk hukum itu, karena perintah dari MK itu memperbaiki."
Untuk melakukan perbaikan bisa melalui mekanisme DPR atau Presiden mengambil inisiatif, salah satunya membuat Perppu.

"Nantinya Perppu itu  dipertimbangkan oleh DPR, apakah disahkan menjadi Undang-Undang atau tidak," tambahnya.

Lewat Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021, MK menyatakan UU Ciptaker 'inkonstitusional bersyarat' dan meminta pemerintah memperbaikinya untuk paling lama dalam dua tahun.
MK juga memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker atau UU Ciptaker cacat secara formil.
Untuk itu, MK juga tidak membatalkan UU Ciptaker tersebut.

Yusril menambahkan, "pemerintah dan DPR diberikan waktu dua tahun sampai bulan November 2023 untuk memperbaiki prosedur pembentukan terhadap UU Ciptaker."

Menurut Yusril, ada pertimbangan spesifik dari pemerintah, sehingga menerbitkan Perppu. "Secara teoritis murni, bukan merupakan langkah yang tepat. Tetapi kalau melihat kepentingan pemerintah dalam melaksanakan satu kebijakan dan mengantisipasi satu perkembangan, mau tidak mau, pemerintah harus bertindak cepat."

"Kalau saya dalam posisi menjalankan roda pemerintahan, saya tidak memiliki pilihan, memang harus bertindak cepat dan Perppu merupakan satu pilihan," ujar Yusril.

Yusril juga menambahkan, memang tidak ada kegentingan yang memaksa dan juga tidak ada kekosongan hukum, "Dalam arti undang-undang itu kita sudah punya. Kan ada ratusan undang-undang yang diubah di undang-undang omnibus Law, Ciptaker itu. Sampai sekarang itu masih ada, cuma mestinya karena perubahan-perubahan itu memang membutuhkan waktu membahasnya lagi."

Mahkamah Konstitusi (MK) telah pada 25 November 2021, lewat Putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 telah memutuskan dalam pembuatannya Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Faktanya, perbaikan UU Ciptaker tersebut sampai saat ini belum juga dilakukan pemerintah. Artinya proses pembuatannya kurang memenuhi standar sesuai norma pembentukan peraturan perundang-undangan tentang undang-undang Nomor 12 Tahun 2011. (14/01/2023)

Menanggapai hal tersebut Juju Purwantoro, SH., MH, selaku Ketua DPP Partai UMMAT Bidang Advokasi Hukum mengatakan, Seharusnya Yusril paham, bahwa Perppu Ciptaker tersebut tidak patut dikeluarkan pemerintah secara sewenang-wenang dan serampangan, seperti kejar target. Tampak tidak mempertimbangkan kepentingan publik (public interest) dan rasa keadilan masyarakat, yang juga akan merugikan kaum pekerja (buruh).
Yusril juga berpendapat bahwa, perubahan materi atau substansi suatu UU membutuhkan waktu lama membahasnya.

"Bukankah Prof. Yusril seharusnya paham dan  mematuhi keputusan MK yang adalah terakhir dan mengikat (final and binding). Dalam vonisnya, MK telah memberikan waktu selama dua tahun agar pemerintah menyempurnakan UU tersebut," ujar Juju.

Pemerintah tampak  panik, demi kepentingan (oligarki) sampai harus mengeluarkan Perppu, dengan alasan untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi atau kepentingan masuknya modal (capital investment). Padahal jelas, dikeluarkannya Perppu tersebut tampak dipaksakan karena negara tidak sedang dalam keadan darurat atau ada kekosongan hukum,
sesuai ketentuan Pasal 22 ayat 1 UUD 1945.

"Presiden Jokowi telah memaksakan secara otoriter, untuk memberlakukan UU Ciptaker ini melalui Perppu.
Keputusan politik Jokowi tersebut menjadi catatan buruk dalam kehidupan berbangsa kita. Jokowi harus sadar bahwa negara kita adalah negara hukum yang memiliki aturan konstitusi (rechtstaat), dan bukan negara kekuasaan (machtstaat) yang menjadikan penguasa otoriter," jelasnya.

Aspirasi masyarakat terhadap UU Ciptaker, telah  diakomodir dan memiliki kepastian hukum oleh MK, bahwa UU Ciptaker tersebut diputuskan bermasalah dan inkonstitusional.

"Oleh karenanya UU Ciptaker yang dalam proses pembentukannya juga telah cacat formil, maka sesuai putusan MK tersebut setelah 2 tahun batal demi hukum. Seyogiyanya demi kepentingan rakyat, DPR juga haruslah menolak usulan presiden tentang Perppu Nomor 2 tahun 2022," tandas pengacara senior itu.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01