(Foto: Juju Purwantoro, SH., MH, advokat senior dan juga ketua bidang Advokasi Hukum DPP Partai UMMAT)
Jakarta - Reportase7.com

Interupsi yang dilakukan Masinton Pasaribu anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan, dalam rapat Paripurna DPR RI, selasa (31/10) menimbulkan polemik secara politis. Masinton mendorong agar anggota DPR dapat menggunakan 'Hak Angketnya' terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusannya soal batasan usia Cawapres.

Sebagai lembaga tinggi negara, DPR (legislatif) memiliki fungsi dan kewenangan dalam pengawasan dan kontrol (chek and balance) kepada pihak eksekutif. Dalam hal khusus  tertentu DPR juga bisa melakukan fungsi kontrolnya secara terbatas dan khusus atas pelaksanaan fungsi lembaga peradilan (yudikatif). (02/11/2023)

Advokat senior Juju Purwantoro, SH., MH, angkat bicara terkait sistim pemerintahan ketatanegaraan yang ada di indonesia sesungguhnya tidak menganut sistim pemisahan kekuasaan (separation of power) secara mutlak, tetapi adalah pembagian kekuasaan (distribution of power).

Hal itu tentu bisa saja dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan  peraturan perundangan terkait konflik kepentingan (conflict of interest),  intervensi dan tetap menjaga independensi lembaga tinggi negara masing- masing.

"Usul Masinton tentang Hak Angket tersebut, menjadi pro dan kontra dikalangan anggota DPR, pejabat publik dan tokoh masyarakat.
Hal itu tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik masing-masing partai politik dalam fraksi-fraksi di DPR, terutama dalam ketentuan dan mekanisme pemilu Pilpres 2024," ujar Juju.

"Seperti pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie, Rabu, (01/11), gedung MK, Jakarta pusat, yang menilai pernyataan Masinton masuk akal, ada gunanya apabila putusan MK terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan," sambungnya.

Perkara MK No.190/2023 tentang permohonan batas usia minimum calon wakil presiden, yang melibatkan ketua hakim MK Prof. Anwar Usman, sebagai ketua majelis.

Permohonan tersebut terkait usia minimal Cawapres 40 tahun, melibatkan kepentingan Gibran Rakabumi Raka sebagai Cawapres yang  juga sebagai keponakan isteri ketua MK Anwar, sehingga akan timbul benturan kepentingan (conflict of interest).

"Sejak awal permohonan persidangan tersebut, sejatinya Anwar Usman haruslah menghindarinya dengan mengundurkan diri sebagai hakim ketua dengan tidak ikut menyidangkannya," terang advokat senior dan juga ketua bidang Advokasi Hukum DPP Partai UMMAT ini.

Hal itu sesuai "UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman", Pasal 17 Ayat 3 dan 4 dijelaskan; "ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani."

Masalah itu berakibat hukum (ayat 5 dan 6), keputusan dinyatakan tidak sah jika melanggar ketentuan tersebut, dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Oleh karenanya mengacu
putusan MK No.190/2003 tersebut, secara normatif formal pasangan Prabowo Subianto dan Gibran sebagai Capres-Cawapres harus batal demi hukum, melekat juga pendaftaran mereka sebagai pasangan ke KPU.

Perihal hak angket anggota DPR, sesuai pasal 177  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009  Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur bahwa untuk mengajukan hak angket, diperlukan "minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi.

Hak angket tentang batasan usia minimal Cawapres yang diinisiasi oleh Masinton, bisa dikaitkan dengan pasal 79 ayat (3) UU No.17/ 2015 tentang MD3. Ketentuan itu mengatur hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Jadi bisa ditafsirkan, tidak ada batasan eksklusif atau limitasi (hanya eksekutif) mengenai pihak atau lembaga tinggi negara yang dapat diselidiki DPR melalui Hak Angket. Hal itu terkait sistim ketatanegaraan substansial, karena terkait proses pemilu Capres dan Cawapres, dalam rangka demi melaksanakan kepentingan bangsa dan negara paralel dengan konstitusi UUD 1945," pungkasnya.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01