Oleh: Fanny Agustin
Mahasiswi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
Mataram - Reportase7.com
Di tengah gurun Yaman yang tandus, kekacauan menari-nari seperti bayangan kiamat yang tak kunjung berakhir. Pelik dan rumit, konflik internal ini adalah pementasan tragedi manusia yang melibatkan akting politik, etnis, dan agama yang membingungkan. Seakan-akan waktu berputar mundur, Yaman terjebak dalam spiral konflik yang menghancurkan segala rona kehidupan.
Sebagai pematung kata-kata, saya tidak bisa menghindar dari pahitnya kenyataan yang merayapi lekuk-lekuk jalan setapak Yaman. Kehancuran itu seperti puisi yang tak kunjung selesai, dinyanyikan oleh penderitaan rakyatnya. Ketidakstabilan politik, sungguh, menjadi protagonis dalam drama Yaman ini. Intrik politik yang membingungkan telah menciptakan panggung yang setara dengan karya-karya sastra klasik yang serat makna. Tapi, tidak dapat diabaikan, peran antagonis dalam cerita ini adalah campur tangan asing yang membius Yaman.
Perseteruan antara Arab Saudi dan Iran, seolah menjadi plot yang memperumit jalan menuju perdamaian. Yaman menjadi lahan pertempuran, sementara penduduknya seperti tokoh-tokoh tragis yang terjebak dalam konflik tak berkesudahan. Dan di tengah panggung ini, Houthi, seperti karakter antihero, muncul dengan pemberontakan yang membawa Yaman ke dalam pusaran kekacauan. Dukungan Iran kepada Houthi dan koalisi Arab Saudi yang mendukung pemerintah sah Yaman menjadi bahan bakar api yang terus membara, memperparah penderitaan manusia. Krisis kemanusiaan yang membelenggu Yaman seakan menjadi puisi pahit yang menghentak hati nurani. Kelaparan, kekurangan air bersih, dan ketidakmampuan mengakses layanan kesehatan merupakan gurat-gurat hitam dalam lembaran sejarah negeri ini.
Dan kita, sebagai penikmat kopi pagi yang nyaman, seharusnya tidak melupakan aroma pahit yang disengaja oleh kehidupan yang melibatkan manusia lain di sisi sana dunia. Di sisi lain, Yaman dengan sejarah dan budayanya yang kaya, menjadi latar belakang unik bagi diplomasi regional. Negara ini bukan sekadar arena konflik, tetapi juga medan pertarungan untuk pemahaman antarnegara, perdagangan, dan kerja sama lintas-batas. Bagaimana para pemangku kepentingan regional berinteraksi dengan Yaman tidak hanya memengaruhi nasib Yaman itu sendiri, tetapi juga menentukan arah diplomasi di kawasan.
Bagaimana untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan membangun landasan yang kuat untuk perdamaian tetap menjadi pertanyaan krusial. Di tengah tekanan geopolitik global, diplomasi regional di Yaman menjadi ujian tangguh bagi kemampuan negara-negara terlibat untuk berkolaborasi, merangkul perbedaan, dan menciptakan solusi berkelanjutan.
Dalam menghadapi kompleksitas Yaman di tengah diplomasi regional, diperlukan kebijakan yang cerdas, tegas, dan berbasis pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Hanya melalui pendekatan ini, Yaman bisa melangkah menuju masa depan yang lebih stabil dan sejahtera di panggung diplomasi regional.
Mungkin, tulisan ini hanya secuil coretan di antara lembaran sejarah panjang Yaman yang rumit. Namun, sebagai penulis, saya berharap bahwa kata-kata ini dapat merayakan keberanian dan ketahanan rakyat Yaman, sekaligus menjadi panggilan untuk perdamaian. Di tengah derasnya angin konflik, semoga ada tempat teduh untuk kisah-kisah kemanusiaan yang terus berputar di tengah gurun pasir yang tandus.
Sekuritisasi NATO Membawa Pesan Perdamaian atau Ancaman?
Dalam hubungan internasional, sekuritisasi adalah pemeran utama. NATO beraksi dengan menempatkan isu-isu tertentu pada layar utama keamanan, lalu kemudian mengubahnya menjadi sebuah plot yang menggugah. Namun, pertanyaan mendasarnya ialah, apakah panggung ini benar-benar memberikan pesan perdamaian, ataukah kita hanya menjadi penonton dalam drama gelap yang penuh ancaman?
NATO, dengan segala kejayaannya, sering kali mengajukan dirinya sebagai garda terdepan yang bertujuan untuk menjaga perdamaian. Namun, bagaimana kita dapat merasakan keharuman perdamaian ketika dalam praktiknya, langkah-langkah sekuritisasi yang diambil dapat memicu ketegangan dan kecemasan.
Mungkin inilah saatnya bagi kita untuk menilai apakah aroma perdamaian itu hanya mitos atau benar-benar terasa.
Seperti halnya setiap karya sastra, NATO pun tidak lepas dari kritik. Para pengamat mempertanyakan apakah sekuritisasi yang dilakukannya benar-benar untuk kepentingan perdamaian ataukah lebih kepada agenda tersembunyi. Bahkan, beberapa menyarankan bahwa tindakan ini dapat menciptakan ancaman baru yang tersembunyi di balik kata-kata keamanan.
Dalam dunia di mana setiap langkah besar disertai bayangan, perlu adanya dialog kelam dan terang. Apakah sekuritisasi NATO benar-benar membawa pesan perdamaian ataukah hanya merambah ke dalam wilayah ketidakpastian?
Dalam situasi ini, penting bagi kita untuk menciptakan ruang untuk dialog yang jujur dan terbuka, sehingga kita dapat memahami apakah tindakan ini sebenarnya membawa keamanan atau menimbulkan ancaman. Kita juga harus memahami bahwa dalam hubungan dengan sekuritisasi NATO, tidak selalu hitam atau putih. Ada nuansa abu-abu yang perlu dicermati, dan kita perlu merangkul kompleksitasnya agar kita tidak terjebak dalam pola pikir yang terlalu sederhana.
Jadi, apakah sekuritisasi NATO membawa pesan perdamaian ataukah hanya sebuah ancaman yang tersembunyi? Jawabannya mungkin ada di antara baris kata dan di antara bayang-bayang kompleksitas hubungan internasional yang terus berkembang. Dan menurut saya pribadi, NATO ini merupakan sebuah ancaman, terutama dalam konteks geopolitik dan hubungan internasional yang berkembang.
Dapat dilihat dalam intervensi NATO di Libya pada tahun 2011, yang mana telah menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak menganggap intervensi semacam itu sebagai campur tangan yang tidak diinginkan, dengan dampak tidak terduga dan konsekuensi jangka panjang. Namun demikian, mari kita bersama-sama merenung dan menemukan jawaban di balik layar gelap dan terang ini.
0Komentar