Proyek Rp10 Miliar Labkesda NTB Dituding Tanpa Tender, Kadin NTB Bereaksi Keras

Mataram - Reportase7.com

Proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) NTB, yang menelan anggaran sebesar Rp10 miliar tanpa melalui proses tender, terus menuai kontroversi. Ketua Kadin NTB, H. Faurani, menyoroti proyek ini dengan mengacu pada regulasi yang mengatur pelaksanaan proyek tanpa proses tender di Indonesia.

H. Faurani menjelaskan, regulasi yang mengatur pelaksanaan proyek tanpa proses tender di Indonesia diatur secara ketat oleh Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dalam hal ini, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Pasal 38 ayat (4) menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dalam kondisi tertentu.

Namun, penunjukan langsung ini hanya dapat dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat khusus atau hanya ada satu penyedia yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut. (03/08/2024)

Lebih lanjut, Faurani mengungkapkan bahwa Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia memberikan rincian lebih lanjut mengenai prosedur dan kondisi yang memungkinkan pengadaan tanpa proses tender.

"Untuk proyek dengan nilai sebesar Rp10 miliar, biasanya tetap memerlukan proses tender, kecuali dalam kondisi khusus yang sangat spesifik diatur oleh regulasi, seperti situasi darurat atau bencana alam, pekerjaan yang memerlukan teknologi khusus, atau terkait keamanan negara," tambahnya.

Ketua Kadin NTB juga merujuk pada Perpres Nomor 12 Tahun 2021, yang memberikan beberapa penyesuaian dan tambahan terkait kondisi tertentu yang memungkinkan pelaksanaan pengadaan tanpa proses tender. Namun, ia menekankan bahwa semua tindakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik.

“Dalam kasus proyek Labkesda ini, sangat jelas bahwa tidak ada kondisi khusus yang memenuhi syarat untuk pengecualian proses tender. Oleh karena itu, tindakan ini sangat tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diharapkan dari pengelolaan dana APBN,” tegas Faurani.

Lebih jauh, proyek tetsebut mencakup dua jenis pekerjaan yang sangat berbeda yakni konstruksi fisik dan pengadaan alat kesehatan.

"Dua jenis pekerjaan dengan spesifikasi dan keahlian yang jauh berbeda ini seharusnya dipisah. Tidak mungkin orang yang ahli dalam pengadaan alat kesehatan juga yang memasang batu bata. Ini adalah bukti lain bahwa proyek ini tidak dikelola dengan profesional dan sesuai standar yang semestinya," kritik Faurani dengan tajam.

Kadin NTB mendesak adanya investigasi mendalam oleh pihak berwenang untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran negara. Mereka juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pihak-pihak terkait, termasuk Kepala Labkesda NTB sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB.

Menanggapi kritik dan tuntutan yang muncul, Kepala Dinas Kesehatan NTB, Dr. dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MM.,MARS menyatakan bahwa, semua proses ada di Labkes. Kepala Labkesda bertindak sebagai KPA dan PPK. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Kepala Labkesda.

Namun, ketika media ini mencoba menghubungi Kepala Labkesda NTB, mereka menghadapi kendala. Saat mengunjungi kantor Labkesda, petugas keamanan menyatakan bahwa Kepala Labkesda sedang keluar kota. Upaya untuk menghubungi Kepala Labkesda melalui telepon tidak dijawab, dan pesan melalui WhatsApp pun tidak dibalas.

“Kami tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja. Pengadaan barang/jasa yang tidak transparan dan akuntabel adalah ancaman serius terhadap integritas pemerintahan dan kepercayaan masyarakat. Semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab,” pungkas Faurani.

Pewarta: Red
Editor: R7 - 01