Mataram - Reportase7.com
Dr. Zulkieflimansyah, SE. M. Sc, tidak hanya mempunyai visi yang inklusif (utuh dan terhubung) sebagai dasar menyusun kebijakan memimpin NTB kelak. Bang Zul sapaan akrabnya merupan sosok yang inklusif.
Kenyataan tersebut tercermin dalam dirinya ketika masih menjabat gubernur NTB periode 2018-2023. Setidaknya terdapat tiga alasan eks ketua BEM UI itu pantas menyandang figur pemimpin yang inklusif, Rabu 02 Oktober 2024.
Pertama; Bang Zul dalam kepemimpinannya tidak "mengangkat" kelompok tertentu sembari "membanting" kelompok lainnya.
Kedua; Bang Zul sosok pemimpin yang terbuka (moderat) dan menjaga keberterimaan untuk dikritik, tanpa menaruh dendam. Apalagi sampai tega menggunakan kuasa untuk menyeret pengkritik kedalan jeruji besi. Seperti kebiasaan pemimpin yang lain.
Bahkan berkali-kali Bang Zul "pasang badan" dengan seluruh risiko politik, membantu masyarakat dan kelompok pengkritik agar tersedia "jalan lain" dari masalah hukum yang dihadapi.
Seperti kasus hukum yang menjerat empat orang ibu di Lombok Tengah (2021), sepuluh aktivis dari Kecamatan Monta, Kabupaten Bima (2022) dan kasus hukum 16 Aktivis Donggo Bima yang memperjuangkan perbaikan jalan rusak di Kabupaten Bima (2023) lalu.
Ketiga; Bang Zul pemimpin yang dekat dengan rakyat. Tak ada jarak apalagi sekat yang dibuat-buat yang menghalangi dirinya menemui masyarakat atau yang menghalangi masyarakat menemui dirinya.
Ribuan titik dari Desa di NTB (Ampenan-Sape) telah dikunjungi Bang Zul saat memimpin NTB. Bahkan aktivitas mengunjungi masyarakat dilakukan nyaris tiada henti pasca selesai menjabat.
Keterhubungan dengan masyarakat juga tersedia di seluruh kanal media sosial Bang Zul. Bahkan Pendopo Gubernur NTB, menjadi saksi bisu betapa sering Bang Zul menerima masukan dan aspirasi.
Nyaris tak ada persyaratan birokratis yang rumit, "percaloan" politis apalagi "derajat keturunan" untuk menemui dan ditemui oleh masyarakatnya.
Di dunia lain masyarakat harus berjuang susah payah, berdarah-darah serta harus terkurung di penjara agar mau ditemui oleh pemimpinnya.
Bang Zul memaknai masyarakat secara setara. Keangkuhan karena kedudukan nampak jauh dari karakternya. Nampak juga Bang Zul menentang praktik-praktik feodal yang seolah-olah meletakan dirinya sebagai tuan sementara masyarakat tak lebih dari budak. Tentu saja dirinya bukan sosok yang rela menaruh dendam terhadap masyarakat terutama yang mengkritiknya.
Tentu ini berbeda dengan kecenderungan pemimpin lain yang tega membangun tembok penghalang dengan masyarakat. Menggunakan kekuasaan untuk memenjarakan pengkritik, serta menghukum masyarakat dengan alasan politis untuk mengabaikan hak masyarakat.
Contoh, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima dalam pilkada kemarin, suara Zul-Rohmi sangatlah kecil, tapi 36 Miliar APBD telah mengalir untuk aspal jalan dan pembangunan jembatan.
Tentu saja anggaran itu lebih besar dari alokasi APBD Kabupaten Bima di Soromandi, walau penguasa disana menang dan selalu dapat suara signifikan dalam Pilkada Kabupaten Bima.
Terakhir tidak banyak pemimpin diera demokrasi yang sejak dalam pikiran hingga perbuatan mau memperlakukan masyarakat secara setara. Tidak banyak juga yang kuat energinya, ringan langkahnya berbaur dengan masyarakat. Apalagi yang rela mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarga demi melayani masyarakat.
Malah sebaliknya, tak sedikit pemimpin yang hanya rela berdarah-darah demi melayani keluarganya semata.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar