Mataram - Reportase7.com
Ketua Lembaga Gerakan Masyarakat Sumbawa Pendukung Reformasi (GEMPUR) Hamzah mendatangi kantor Pupuk Indonesia (PI) Cabang NTB guna meminta penundaan penandatanganan SPJB dengan sejumlah distributor yang ada di pulau Sumbawa, Kamis 28 November 2024.
Namun saat tiba di kantor PI NTB, tidak ada yang bisa ditemui lantaran masih diluar daerah. Hal tersebut sangat disayangkan oleh Hamzah selaku ketua LSM GEMPUR lantaran tidak bisa menyampaikan sejumlah argumen yang menjadi acuannya untuk meminta ketegasan kepada PI NTB agar SPJB tersebut tidak ditandatangani.
Disampaikan Hamzah, Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) merupakan kesepakatan kerjasama antara holding BUMN Pupuk dan distributor Pupuk bersubsidi yang memuat hak dan kewajiban masing-masing dalam pengadaan dan penyaluran Pupuk bersubsidi untuk petani dan atau kelompok tani.
LSM GEMPUR sebagai perwakilan dari aliansi LSM Menggugat, kepada media ini mengatakan meminta kepada direktur Pupuk Indonesia (PI) NTB dan direktur Pupuk Indonesia pulau Sumbawa menunda penandatanganan SPJB dengan sejumlah distributor Pupuk bersubsidi yang ada di pulau Sumbawa.
"Kami minta PI pulau Sumbawa dan PI NTB agar penandatanganan SPJB di tunda," ujar Hamzah.
Permintaan penundaan penandatanganan SPJB tersebut dikarenakan adanya indikasi bahwa, baik komisi pengawas pupuk bersubsidi Kabupaten Sumbawa maupun PI NTB dan PI pulau Sumbawa tidak memberikan sangsi administratif kepada distributor yang di duga nakal atau ada permainan.
"Seperti contoh CV LAYAN TANI direkturnya sudah terbukti secara sah melakukan penyelundupan pupuk bersubsidi keluar daerah dan PT BASA yang bisa mengalami wanprestasi," terang Hamzah.
"Namun, anehnya sampai saat ini masih di lingdungi oleh PI NTB dan PI pulau Sumbawa," sambungnya.
Padahal, dalam Peraturan Menteri Pwrdagangan nomor 4 tahun 2023 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian menerangkan pada pasal 30 ayat 1 menyebutkan; Distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf a huruf b, dan huruf c, pasal 11 ayat 2, ayat 3, dan ayat 6 dan pasal 18 dikenai sangsi administratif berupa teguran tertulis dari Bupati/Walikota melalui dinas yang membidangi perdagangan.
Namun hal tersebut selama terjadinya penyelundupan pupuk dari Kabupaten Sumbawa ke luar daerah terjadi setiap tahun, tanpa diberikan sangsi tegas baik oleh PI NTB maupun PI Pulau Sumbawa.
"Tidak diberikan sangsi tegas, justru hal ini membuat kami curiga," tanya Hamzah penuh selidik.
Hamzah juga memita dengan tegas kepada PI NTB dan PI pulau Sumbawa agar tidak terburu-buru menandatangani SPJB yang dilakukan oleh PI dengan distributor.
Pihak PI harus menunggu surat yang akan dilayangkan oleh dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa setelah berkoordinasi dengan Sekda Sumbawa.
"Sekiranya SPJB tersebut dipaksakan ditandatangani oleh PI dan empat distributor tanpa mengikutsertakan dua distributor baru yang ikut mendaftar, jelas kami menolak," tegasnya.
Pasalnya, musim tanam selama tahun berjalan dengan lima distributor. Namun tata niaga dan tata kelola pendistribusian pupuknya di lapangan sangat morat Marit. Dan ada apa Kabupaten Sumbawa bila dipaksakan empat distributor sementara luas lahan pertanian jauh lebih luas dari lahan pertanian di Kabupaten Bima.
"Kabupaten Bima saja yang luas lahannya lebih kecil dari Kabupaten Sumbawa distributornya berjumlah delapan. Sementara Kabupaten Sumbawa yang lahan pertaniannya lebih luas hanya empat Distributor," pungkas Hamzah.
Sementara itu Direktur PI pulau Sumbawa Pahmi saat dihubungi melalui via telepon belum bisa memberikan keterangan.
"Mohon maaf nanti kita bicara di kantor ya," ucapnya sembari menutup telepon.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar