Mataram - Reportase7.com
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) AL-AMIN Dompu Gelar Demontrasi di Mapolres Dompu terkait dengan kasus Tanah di Doro Ncanga kecamatan Pekat kabupaten Dompu, Senin 09 Desember 2024.
Sejumlah masa aksi melakukan operasi bergiliran, menuntut persoalan kasus seketa Tanah di Doro Ncanga tersebut belum ada titik terang hingga sampai hari ini.
Koordinasi Lapangan (Korlap) I, Rizki Adi Putra mengatakan, kasus persoalan tersebut dilaporkan oleh LEMBAGA Advokasi Masyarakat Donggo (LAMDO) diterima dan ditangani oleh Sat Reskrim Polres Dompu.
Tanah Desa di Sori Tatanga Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu pada tahun 2008 PT. Purna Yudha dan PT. Lawata Permai melakukan kontrak dengan pihak pemerintah pusat di tahun 2012 berakhirlah masa HGU PT Purna Yudha dan tahun 2014 berakhir juga untuk PT. Lawata Permai selanjutnya kedua perusahaan tersebut tidak memperpanjang izinnya.
"Kasus Sengketa Tanah yang dilaporkan oleh Ketua LAMDO Dari bulan April tahun lalu sampai sekarang belum ada transparansi dari pihak Reskrim polres Dompu, hingga menjadi pertanyaan publik terutama di wilayah NTB," ucap Rizki Adi Putra selaku Ketua BEM STKIP AL-AMIN Dompu.
Lanjut Ketua BEM, Seharusnya kasus ini sudah masuk pada tahap penyerahan atau pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Dompu. Ironisnya, kasus tersebut masih jalan di tempat dan tidak transparan dari Sat Reskrim Polres Dompu.
"Diduga kuat bahwa Sat Reskrim Polres Dompu melakukan konspirasi busuk dengan para mafiah tanah di Dompu," tuturnya.
Kata Rizki bahwa, pada tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Dompu Pimpin oleh H. Bambang M. Yasin salaku Bupati Dompu yang mengeluarkan SK. Bahwa sebagian tanah Eks HGU dijadikan lahan pelepas Ternak Masyarakat. Kemudian ditahun 2018 kelompok masyarakat memasuki/menggarap/menguasai lahan tersebut untuk lahan pertanian (Pengembangan pangan) dan lahan peternakan (Pelepasan ternak sapi).
"Tentu hal ini, kami menilai sudah melanggar Pasal 7 Ayat 4 dalam merubah fungsi lahan/atau menguasai secara melawan hukum," tegasnya.
Sambung Ketua BEM, Pada tahun 2019 Saudari DT, Asmah bersama Kepala Desa (Kades) Sori Tatanga mengajukan sporadik penerbitan sertifikat, namun alasan pihak Baban Pertanahan Nasional (BPN) Dompu untuk kegiatan Redis sudah berakhir dan boleh dilakukan pembuatan sertifikat dengan cara manual tapi dengan syarat, untuk 1 sertifikat dibebankan uang Administrasi 2.500.0000 Juta,.- sehingga lahirlah sertifikat ditahun 2020.
"Sedangkan di Tahun 2023 pemilik sertifikat yakni kelompok-kelompok yang diduga berkompromi dalam jaringan mafiah Tanah telah menjual sertifikat tersebut ke PT. Tambak," jelas.
Kami melihat dan menilai bahwa Kasat Reskrim Polres Dompu tidak tegak lurus terhadap tugas pokok sebagai penegakkan hukum.
"Diduga Kasat menyalahgunakan jabatan dan fungsinya sebagai melayani, melindunginya, dan mengayomi masyarakat," tegasnya.
Tidak ada alasan bagi Sat Polres Dompu untuk menyembunyikan atau menggelapkan kasus tersebut, karena kasus tersebut sudah jelas-jelas diterima oleh Reskrim atas laporan/pengaduan di Mapolres Dompu dan kasus ini masih berjalan proses hukumnya.
"Lalu hari ini, belum ada kejelasannya proses hukumnya dan Kasat Reskrim hilang kepercayaan masyarakat atas penegakan hukum di wilayahnya," terangnya.
Ketua BEM meminta kepada Kapolres Dompu segera lakukan evaluasi kinerja Kasat Reskrim karena diduga konspirasi busuk atas personil sengketa tanah di Desa Sori Tatanga sehingga kasus belum ada transparan dan tidak ada kejelasan hukum yang pasti.
"Dan kami meminta Kepala Devisi Propam Polda segera panggil dan adili Kasat Reskrim diduga lalai dalam menjalankan tugas sebagai Polri," tegasnya.
Begitu juga, kami meminta Kapolda segera melakukan pemberhentian secara terhormat dan pemecatan terhadap Kasat Reskrim Polres Dompu.
"Apabila sejumlah tuntutan kami tidak diindahkan, maka kami akan serentak melakukan aksi unjuk rasa di Mapolres Dompu dan Mapolda NTB secara berjilid-jilid sampai kasus ini terang untuk mendapatkan kepastian hukum," harap Ketua BEM STKIP AL-AMIN Dompu.
Sejumlah tuntutan masa aksi:
1. Meminta kepada Kapolres Dompu Untuk langsung turun tangan menyelasaikan, mempercepat proses juga status hukum kepada para kelompok yang diduga Mafia Tanah yang dilaporkan oleh Ketua LAMDO sejak pertengahan bulan April 2024. Hingga hari ini belum ada titik kejelasan, maka dipandang perlu kehadiran dan keterlibatan langsung Bapak Kapolres Dompu sebagai solusi antitesa ditengah kelalaian Kasat Reskrim dan Mandeknya proses Hukum diwilayah Polres Dompu
2. Mendesak Kapolres Dompu untuk periksa, Evaluasi juga mencopot Kasat Reskrim Polres Dompu yang diduga kuat bermanuver dengan Mafia Tanah. Hal ini ditandai dan diperkuat oleh Kelalaian Kasat Reskrim dalam Penyelesaian kasus sengketa tanah tersebut.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar