Mataram - Reportase7.com
Praktisi Hukum, I Gusti Putu Ekadana Sesalkan pemberitaan di salah satu media elektronik nasional belum lama ini yang menyoal keberadaan PT. Eco Solution Lombok (ESL) di RTK 15 Hutan Sekaroh, Desa Sekaroh, Jerowaru, Lombok Timur.
Ia tidak menampik bahwa sebelumnya, dirinya bersama PT ESL dimintai klarifikasi oleh media bersangkutan. Namun hasilnya jauh panggang dari api. informasi yang diberitakan melalui media elektronik tersebut, tidak relevan dengan fakta.
Narasi berita yang ditayangkan juga tidak utuh sesuai histori keberadaan PT ESL, sehingga berita yang disuguhkan terkesan Hoaks (Informasi tidak benar), dan menyesatkan.
"Konten berita harus obyektif, berimbang, benar, terpercaya, sesuai data dan fakta. Tapi kalau sudah subyektif, tendensius, tanpa didukung data lengkap dan fakta, ini kan dilarang secara etika maupun hukum pers," sesal Ekadana dikediamannya Kamis kemarin.
Ia pun membantah kalimat di dalam pemberitaan yang menyebut PT ESL ambisius menguasai lahan. Ditegaskan Ekadana, bahwa kehadiran PT ESL berdasarkan undangan pemerintah kabupaten (Pemkab) Lombok Timur yang resah atas kondisi hutan Sekaroh.
"Yang mengundang investor itu justru pemkab di era Sukiman untuk melindungi hutan Sekaroh dari kerusakan," tegasnya.
Hal ini ditandai dengan nota kesepahaman tahun 2011 antara perusahaan dan Pemkab Lombok Timur. Nota tersebut menyatakan bahwa seluruh wilayah Tanjung Ringgit akan menjadi kawasan ramah lingkungan, dan memberikan hak pengelolaan kepada PT ESL atas wilayah perairan Tanjung Ringgit.
"Perusahaan tidak akan berinvestasi di Tanjung Ringgit, tanpa seluruh daratan dan lautan dikategarikan wilayah ramah lingkungan atau hak pengelolaan penuh, atas wilayah daratan dan perairan," beber Ekadana, Jumat 14 Februari 2025.
Pada tahun 2012 sampai 2013 perusahaan asal Swedia ini bekerja sama dengan pemerintah desa, Pemkab Lombok Timur, Pemprov NTB, dan Kemenparekraf RI, untuk menyusun rencana induk pengembangan Ekowisata Tanjung Ringgit baik di wilayah darat dan laut. Rencana ini memperlihatkan secara gamblang rencana pengembangan Marina di kawasan laut di Segui.
"Ini merupakan rencana induk terpadu dan berkelanjutan berskala besar pertama di Indonesia. Rencana ini dibuat oleh 40 pakar berkelanjutan di dunia. Sebagian dananya ditanggung oleh pemerintah Swedia," imbuhnya.
Tepatnya November 2013, rencana ini diserahkan sebagai hadiah ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sewaktu kunjungan kenegaraan perdana Menteri Swedia. Selepas itu, Menparekraf, Mari Elka Pangestu meminta Pemprov NTB, agar darat dan laut wilayah Tanjung Ringgit ditetapkan sebagai kawasan pariwisata.
Hal ini sekaligus sebagai awal dari proses perubahan zonasi di dalam RTRW NTB kawasan laut di Tanjung Ringgit dan Segui akuakultur menjadi kawasan pariwisata. Maka terbitlah Izin Usaha Penyediaan Jasa Lingkungan Wisata Alam (IUPJLWA) dengan luas lahan 339 hektar. Izin ini diterbitkan Bupati Lombok Timur melakui Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/363/Hutbun/2013, Tertanggal 26 Agustus 2013.
"Jadi bukan HGU seperti yang diklaim Prof Asikin. Izin di kawasan hutan lindung itu disebut IUPJLWA," singgung pria yang juga menjabat Komisaris PT ESL ini.
Ragam Masalah Hambat Investasi
Sejumlah masalah yang menghambat PT ESL muncul dari tahun ke tahun. Terlebih saat tampuk kepemimpinan Lombok Timur berpindah, dari Sukiman Azmi ke Ali bin Dahlan (BD). Seperti Penjarahan hutan, penebangan pohon dan penanaman jagung, pengembala kerbau, dan kejahatan hutan lainnya.
Pada masa itu, Bupati Ali BD juga menolak dan sama sekali tidak mau bertemu dengan PT ESL. "Kami tidak diberikan pelayanan administrasi selama 5 tahun kepemimpinan Ali BD," timpal Ekadana.
Kendati demikian pihak perusahaan tetap berusaha untuk melakukan pendekatan, sosialisasi, dan menyuguhkan program pemberdayaan ke masyarakat. Seperti pelatihan berbahasa Inggris, kewirausahaan, pertanian dan Green Tourism.
Selain itu, PT ESL membangun fasilitas yang diantaranya pembangunan 2 unit kantor, 1 unit pos terpadu gabungan terdiri dari TNI, Kepolisian, Polhut, satuan pengaman hutan, serta beberapa fasilitas lainnya. Fasilitas itu dibakar oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
ESL juga melakukan reboisasi bersama Gubernur NTB dan masyarakat kawasan hutan Sekaroh tapi ditolak Ali BD. Atas perintah Ali BD pun Sat Pol PP Lombok Timur melakukan pengusiran. Tidak hanya itu, Ali BD juga meminta setoran Rp. 25 miliar dengan modus, sebagai syarat keseriusan berinvestasi.
"Oleh BKPM provinsi NTB dan Pusat menjelaskan bahwa tidak ada syarat tersebut dan syarat itu tidak boleh dilanjutkan," jelasnya.
Pembatalan IUPJLWA
Gagal mendapatkan setoran, Bupati Ali BD membatalkan IUPJLWA milik PT ESL. Dan pada Tanggal 4 September 2015, menerbitkan izin baru untuk empat perusahaan. Diantaranya PT. Palamarta Persada, Lombok Saka, PT Tanah Hufa dan PT. Ocean Blue.
"Atas pembatalan izin itu, kami lalu melaporkan keberatan kami atas kebijakan bupati, untuk dilakukan Banding Administrasi atas Mal Administrasi kebijakan Ali BD. Laporan keberatan untuk Banding Administrasi diatensi Mendagri dan Gubernur NTB," kesalnya.
Pada akhir masa jabatan Ali BD sebagai bupati, muncul banyak pemberitaan yang begitu menyudutkan. Di mana PT ESL disebut dengan istilah 'PT AKAN', karena tuduhan tidak membangun, tidak beraktifitas, dijuluki perusahaan broker tanah dan lain sebagainya.
"Ini disusul pemberitaan yang provokatif, konspiratif, fitnah, tendensius dan hoaks sampai saat ini, untuk menciptakan image buruk bagi PT ESL," timpalnya.
31 Sertifikat Ilegal
Masalah demi masalah terus-menerus menghalangi perusahaan untuk kembali memulai pembangunan, meskipun tahun 2019, jabatan Bupati Lombok Timur kembali direnggut Sukiman Azmi. Seperti munculnya 31 sertifikat ilegal di seluruh wilayah IUPJLWA milik PT ESL.
"Kami juga dihadang dengan kekerasan oleh masyarakat yang mengklaim diri sebagai pemilik lahan yang sudah berizin. Kami pun melaporkan persoalan ini ke pemerintah kabupaten dan provinsi. Kemudian Pemprov NTB membentuk tim terpadu percepatan investasi untuk membantu menyelesaikan persoalan perusahaan melalui kegiatan Clean and Clear percepatan investasi," ujarnya.
Sehingga pada tahun 2020, Pemprov NTB berhasil melakukan pembongkaran kandang kerbau, pemindahan warung-warung sekaligus rumah warga yang ilegal, serta upaya pencegahan aktivitas pengembalaan kerbau di dalam kawasan.
Begitu pula dengan pemerintah kabupaten dalam hal ini, Buapti Sukiman yang berupaya melalui jalur hukum, dengan melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur yang selanjutnya diproses di meja persidangan Pengadilan Negeri (PN) Selong.
Dalam putusannya, PN Mataram menyatakan bahwa sertifikat tersebut adalah hasil dari kejahatan dan dinyatakan batal. Selain upaya hukum, pemerintah kabupaten juga melakukan sosialisasi dan edukasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa SHM yang dipegang merupakan sertifikat ilegal.
"Inilah yang menjadi penyebab kami sampai hari ini belum bisa membangun di Sekaroh. Bagaimana kami bisa membangun, kalau kami terus dibenturkan oleh begitu banyak masalah yang kompleks," ketusnya.
Sebaliknya dalam waktu dekat ini, ia bersama timnya akan melayangkan somasi ke perusahaan media yang bersangkutan, dengan tembusan ke dewan pers. Karena menilai, berita yang ditayangkan tidak obyektif serta memberikan dampak negatif terhadap iklim investasi NTB.
"Kami juga mendesak dewan pers untuk mengambil sikap tegas agar ke depan, para jurnalis dapat bekerja lebih profesional," tandasnya.
Pewarta: Red
Editor: R7 - 01
0Komentar